Suatu pagi di akhir pekan yang cerah bapak menyapu jalan di depan rumah. Saya menyapu bagian dalam dan Ibu memasak sarapan spesial untuk kami santap bersama. Betapa saya sangat bersyukur tumbuh dan besar di keluarga yang penuh dengan kehangatan. Kami terbiasa untuk mengekspresikan rasa sayang secara langsung berupa pelukan dan ciuman manis di pipi, jidat bahkan ketiak yang aromanya terasa magis. Setelah menyelesaikan tugas “negara” saya leyeh-leyeh di ruang tamu sambil membaca koran lama. Seketika ibu datang sambil membawakan teh tarik hangat favorit keluarga kami dan sepiring tempe goreng. So yummy. Bapak yang sudah rampung menyapu langsung bergabung bersama kami sambil membawakan sesuatu untuk ibu. Nah, apakah itu? Bapak menggenggam puluhan melati putih yang dipetik langsung dari depan rumah. Sambil diserahkan kepada ibu, bapak berkata ”… ku persembahkan cinta melati untukmu istriku sayang” sejurus kemudian ibu menyambutnya dengan ciuman di hidung dan pipi bapak dan menjawab “…. makasih suamiku…”. Wah wah saya sebagai anak langsung cengar cengir riang menyaksikan langsung adegan romantis bak telenovela Cassandra. Ah, Guilermo.. (sopo meneh iku? :D) lantas bunga melati itu seperti hari-hari sebelumnya ditaruh di atas tempat tidur bapak ibuk yang biasa ku sebut dengan bes tumpuk. Saking tebel dan kerasnya tuh kapuk. Bapak yang hampir berkepala enam tahun depan (amiin) merupakan ayah yang paling demokratis dan egaliter sedunia. Beliau membebaskan putra putrinya untuk mengekspresikan gayanya masing-masing dalam berinteraksi dengan beliau. Saya bisa memanggil beliau dengan sebutan pop maripop, pak’e tole, romo, abi, pak tung2, bapak tua bahkan pak botak. Belakangan terkadang di tambah dengan embel2 doktor (beliau alhamdulillah berhasil di wisuda pertama dalam hidup beliau di Universiti of Malaya tanggal 1 Oktober 2012 lalu). Sedari bayi saya selalu suka berlindung di bawah ketiak bapak, bahkan sampai sekarang pun suka kangen dengan “kesedapannya”. Kami memang banyak persamaan perihal kebiasaan. Sama-sama suka baca, suka tidur dan berpetualang kemana-mana. Ketiga anaknya dipersilahkan untuk sekolah setinggi2nya meski masih ditanggung oleh BPPS (beasiswa papah sendiri). Ibu adalah sosok multi talenta di balik kesuksesan bapak. Beliau sukarela untuk menjadi ibu rumah tangga meski memiliki ijazah sarjana muda setingkat dengan D3. Ibu terampil melakukan apapun, dari menjahit hingga memanjat gendeng kalo bocor. Sekarang ibu yang biasa saya sapa mom punya rutinitas setiap sore mengajar ngaji dengan sabar anak-anak TPA El-Nile dan kalau malam gantian ibu-ibu tetangga yang mengeja huruf hijaiyyah mumpung masih diberikan nikmat sehat. Ibu selalu berpesan tanpa pernah bosan mengingatkan secara langsung atau lewat telepon tiap pagi, “…sayang gunakan waktu sebaik mungkin, yang sudah-sudah, ke depan harus lebih baik lagi jangan sampai merugi, selalu berdoa supaya menjadi orang yang beruntung, terutama soal jodoh, mudah2an mendapat pasangan dan mertua terbaik…”. Berilah kesempatan hamba untuk membahagiakan kedua orang tua dengan mewujudkan mimpi kami Gusti. Semoga Allah swt memberikan rahmat yang melimpah dan umur panjang yang bermanfaat pada keluarga kami supaya kelak kami dapat dipertemukan kembali di akhirat nanti. Allahumma amin 
Jetisharjo, 23 Oktober 2012 (23.09)